Kapal Selam Whiskey Class ALRI Era 60-anall foto : ARC |
Redaksi ARC beruntung bisa bertemu langsung dengan salah satu saksi sejarah. Beliau adalah Kolonel Purnawirawan Arifin Rosadi. Saat kampanye perang memperebutkan Irian Barat, pak Arifin bertugas sebagai Kepala Kamar Mesin kapal selam KRI Nagabanda dengan pangkat Kapten. Usianya sudah cukup tua. Salah satu kakinya bahkan sudah diamputasi karena alasan kesehatan. Di usianya tersebut, pak Arifin masih semangat menceritakan pengalamannya. Semangatnya tak beda dengan anak muda usia 20-an. Nada bicaranya masih tegas, lantang dan lancar.
Seperti diketahui, pada masa Trikora, Indonesia membeli 12 buah kapal selam kelas whiskey. Awalnya pembelian sebenarnya hanya 2 buah. Namun, karena situasi yang makin genting, Indonesia membeli lagi 4 buah kapal selam.
Kisah diawali dari masa pelatihannya di Rusia. Berbeda dengan awak KRI Cakra dan KRI Nanggala, yang dilatih di Polandia, calon awak ke-4 Kapal selam tambahan dilatih langsung di Vladivostok Rusia, markas Armada Pasifik AL Uni Soviet. Mendapatkan kesempatan pelatihan langsung di Vladivostok menandakan satu kepercayaan yang diberikan oleh Uni Soviet, berkat bulan madu antara Soekarno dan Blok Timur. Maklum saja, sebagai instalasi utama AL Soviet, siapapun yang memasukinya sudah tentu diperiksa latar belakangnya oleh intelijen militer Soviet yang populer disebut dengan GRU. Pelatihan berlangsung pada bulan april 1961 hingga desember 1961. Seusai berlatih, ke-4 kapal selam tambahan langsung dikirim berlayar ke Indonesia. Sepanjang perjalanan menuju tanah air, kru Rusia mengawaki keseluruhan kapal dengan didampingi masing-masing Komandan Kapal dan Kepala Kamar Mesin berkebangsaan Indonesia. Selanjutnya sesampainya di Indonesia pada Januari 1962, dilangsungkan latihan tambahan, salah satunya berlatih menembakan Torpedo. Torpedo yang digotong oleh kapal selam kelas Whiskey yang dibeli Indonesia adalah torpedo kaliber 533mm, mungkin dari tipe SAET-50/50M yang punya jarak efektif 4-8km.
Kolonel Purnawirawan Arifin Rosadi |
Salah satu mozaik yang terungkap dalam kisah Pak Arifin , adalah keterlibatan langsung kelasi Rusia (Uni Soviet waktu itu) dalam kampanye Trikora. Awal keterlibatan adalah adanya informasi mengenai kedatangan Kapal Induk Karel Doorman ke perairan Irian barat. Hal itu membuat Pemerintahan bung Karno semakin waspada, dengan memesan lagi 6 buah Kapal Selam tambahan. Jadi total, ALRI memiliki 12 buah kapal selam kelas Whiskey. Karel Dorman merupakan kapal incaran, karena boleh dibilang sebagai flagship armada kapal permukaan Belanda yang mempertahankan Holandia Barat. AURI sudah mempersiapkan Tu-16KS yang bersenjatakan rudal anti kapal AS-2 Kennel, sementara ALRI tentunya siap dengan torpedo-torpedo dari kapal Whiskey. Andai tak ada perjanjian New York, Karel Doorman tentu hanya tinggal nama, karam ke dasar laut entah oleh hantaman dari langit atau serangan tak terduga dari dasar lautan.
Pembelian yang jauh lebih banyak dari rencana awal tersebut tentunya menimbulkan kepelikan tersendiri didalam tubuh ALRI. Lantaran proyeksi awal hanya 6 kapal selam, yang bengkak menjadi 12, tentu jumlah awak yang harus disiapkan menjadi lipat dua. Sudah tidak ada waktu lagi untuk menyiapkan awak, meningat tenggat mobilisasi pasukan untuk operasi Trikora sudah semakin dekat. Lantaran kekurangan awak, alhasil pemerintah Indonesia selain membeli Kapal Selam, juga harus "menyewa" awaknya yang asli berkebangsaan Rusia. Jika 1 kapal selam membutuhkan 60 buah ABK, maka total ada sebanyak sekitar 360 Tentara Rusia ikut bergabung berjuang memperebutkan Irian Barat!!
Jika terjadi perang terbuka, para awak Rusia ini berperan sebagai standby force. Strateginya adalah 6 buah kapal selam pertama akan maju terlebih dahulu untuk patrol dan operasi penenggelaman kapal-kapal permukaan milik AL Kerajaan Belanda, jika perintah diberikan. Sementara 6 kapal selam dengan awak Rusia di garis belakang, menunggu disekitar perairan Ambon. Jika keenam kapal yang berawak Indonesia tersebut sudah membutuhkan pengisian bahan bakar dan perbekalan kembali ke Ambon, maka kapal selam Rusia yang dikirim menggantikan untuk berpatroli. Andai perang pecah antara Indonesia dengan Belanda, boleh dibilang awak Rusia akan tercatat dalam sejarah sebagai prajurit Rusia pertama yang bertempur melawan kekuatan Barat, jauh sebelum advisor Soviet membanjiri Timur Tengah dan Vietnam.
Para warga Rusia ini diberi tempat tinggal di kawasan Dermaga Ujung Surabaya Jawa timur. "tidak terlalu tertutup tempatnya, tapi tak boleh dikunjungi sembarang orang", kata Kol. Purn Arifin Rosadi. Mereka pun tinggal selama masa Kampanye Trikora hingga usai, yaitu hingga Agustus 1962. "kita yang membiayai hidup mereka hingga gaji mereka", tegas Kol. Purn. Arifin lagi.
Satu mozaik lagi telah tercatat. Apakah masih ada serpihan lainnya diluar sana?
Sumber : ARC